Jumat, 14 Januari 2011

Formulasi Baru Ujian Bikin Anak STRESS..?


JAKARTA – Ujian Nasional (UN) tetap akan memicu stres pada peserta ujian karena pemerintah menetapkan syarat kelulusan siswa ada pada UN dan bukan pada proses siswa belajar.

Koordinator Education Forum Suparman mengatakan, formulasi UN yang baru dengan persentase UN tetap lebih besar daripada ujian sekolah yakni 60 persen banding 40 persen tetap akan menimbulkan stres pada anak. Dengan porsi sebesar itu maka UN tetap menjadi penentu kelulusan siswa. “Sama seperti sebelumnya, UN punya pengaruh signifikan dalam penentu kelulusan siswa,” katanya ketika dihubungi harian SINDO.

Selain itu, akan makin banyak peserta UN yang mengalami stres karena dihapuskannya ujian ulangan. Tahun ini juga formulasi UN itu juga baru diterapkan, sehingga masa peralihan tidak akan lepas dari stres pada peserta ujian. Suparman menjelaskan, peningkatan tekanan psikologis akan menggangu siswa karena pemadatan pelajaran serta penambahan waktu belajar yang dilakukan sekolah.

Katanya, anak yang seharusnya pada waktu bermain dipaksa untuk belajar sangat rentan terhadap stres. Apalagi siswa juga pastinya akan sangat tertekan karena proses dia belajar selama tiga tahun hanya ditentukan selama dua hari. Belum lagi suasana sekolah yang juga tegang karena kepala sekolah dan guru pun mengharapkan seluruh siswanya lulus dengan nilai baik.

Suparman menjelaskan, sebenarnya formulasi baru UN dan tidak adanya ujian ulangan sangat melanggar prinsip pendidikan. Katanya, ujian yang diadakan seharusnya hanya sebagai ajang evaluasi dan bukan penentuan kelulusan siswa selama tiga tahun belajar. “Bukan juga sebagai pemetaan dan penentu kelulusan namun UN hanya sebagai evaluasi,” tegasnya.

Untuk mencegah stress, lanjutnya, maka Kemendiknas harus segera mensosialisasikan formulasi baru tersebut kepada siswa dan juga guru.
Sementara Pengamat Pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung Said Hamid Hasan berkomentar, UN sangat berpotensi menimbulkan stres karena dengan persentase UN 60 persen masih menempatkannya sebagai penentu kelulusan.

Kemendiknas memaksa siswa untuk belajar dalam penentuan 1-3 hari selama UN berlangsung padahal seorang mahasiswa saja ujian akhirnya dibagi per semester. UN juga tidak selaras dengan prinsip dasar edukasi yaitu pendidikan yang sebenarnya terjadi pada prestasi belajar sehari-hari dan bukan metode kejar tayang yang terjadi di UN.

Said berpendapat, UN tidak mempunyai arti apa-apa selain hanya sekedar menakuti anak didik. Mata pelajaran yang diujikan di UN sendiri hanya sebagian dari pelajaran yang diajarkan anak selama tiga tahun. Padahal proses pendidikan sendiri seharusnya terhubung dengan karakter dan sikap, mampu menyelesaikan masalah serta terbiasa membaca. “Kemendiknas masih memakai peninggalan Belanda (UN). Pada saat itu UN dipakai untuk menyeleksi orang,” ujarnya.

Sependapat dengan Suparman, Said juga mengkritik persentase UN yang lebih besar daripada nilai ujian sekolah. “Seharusnya persentase 70 persen banding 30 persen. Ini akan lebih menjamin potensi anak,” urainya. Selain itu juga Kemendiknas harus memperbaiki mutu guru dan sekolah. “Masa perpustakaan saja tidak ada bukunya, lantas bagaimana mau konsentrasi transfer ilmu kalau sekolahnya saja sudah mau rubuh,” imbuhnya.

sumber ; okezone.com

Share

0 komentar:

:10 :11 :12 :13 :14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...